Senin, 29 November 2010

PayPal join dengan Facebook

Dalam Facebook, biasanya PayPal haya digunakan sebagai metode pembayaran untuk aplikasi Facebook yang dibuat oleh developer diluar Facebook dalam melakukan transaksi online. Kini PayPal join dengan Facebook sebagai salah satu pilihan metode pambayaran untuk Facebook Adsdan Facebook credit. Misalnya, jika kamu ingin pasang iklan di Facebook, kamu bisa menambahkan credit balance/funding source lewat akun PayPal kamu, yang sebelumnya funding source-nya cuma lewat kartu kredit seperti Mastercard, Visa atau pake Facebook Ad coupon.

Metode pembayaran Facebook Ads dengan PayPal

“Kami ingin memberikan kepada orang-orang yang menggunakan Facebook, pengiklan serta pengembang (developer), sebuah metode pembayaran yang cepat dan terpercaya terhadap servis kami ,” kata Dan Levy, direktur payment operations, Facebook.

Nah bagi yang tidak punya kartu kredit untuk bertransaksi online lewat Facebook, sekarang tidak perlu repot lagi mikirin bagaimana metode pambayaran transaksi online yang kamu lakukan lewat Facebook langsung, bikin saja akun PayPal, gratis kok. Jika isi PayPal kamu kosong, banyak kok jasa penukaran uang asli dengan uang PayPal, klo butuh bantuan Tanya aja mbah google.

Please Note

· Ingat! pada saat daftar di PayPal, nama kamu harus sama dengan nama di rekening Bank atau KTP.

· Setelah bikin akun PayPal, harap akunmu diverifikasi terlebih dahulu, sekarang sudah bisa kok verifikasi PayPal lewat penambahan rekening bank langsung, bagaimana cara verifikasi PayPal lewat rekening bank? Search aja di google.

Etika Dalam Auditing

Etika Profesi Auditor BPK dan Sensitivitas Etika Profesi

Merujuk pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu cirri yang membedakan profesi-profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat, seperti profesi auditor. Masyarakat akan menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya.

Auditor wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, menyimpan rahasia jabatan, menjaga semangat dan suasana kerja yang baik. BPK telah membuat pedoman bagi para auditornya berupa Kode Etik BPK RI, yaitu norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggota BPK dan pemeriksa dalam menjalankan tugasnya, yang ditetapkan melalui Peraturan No. 2, Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK RI.

Kode etik berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung jawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence). Di samping itu, berhati-hati dalam menjalankan profesi (due care).

Sensitivitas etika auditor didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakui sifat dasar etika pada situasi profesional auditor (Hunt dan Vitell, 1986 dalam Aziza, 2008). Secara intuisi, auditor diharapkan dalam menjalankan profesi akuntannya lebih sensitif dalam memahami masalah etika profesi. Auditor harus melaksanakan standar etika dan mendukung tujuan dari norma profesional yang merupakan salah satu aspek komitmen profesional. Komitmen yang tinggi tersebut direfleksikan dalam tingkat sensitivitas yang tinggi pula untuk masalah yang berkaitan dengan etika profesional. Jadi, sensitivitas etika merupakan kemampuan untuk mengakui sifat dasar etika dari sebuah keputusan.

Produktivitas Kerja

Dewasa ini masalah rendahnya produktivitas kerja menjadi fokus perhatian pada hampir semua institusi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek faktual yang muncul, misalnya terjadi pemborosan sumber daya (inefisiensi) dan ketidaktercapaian target, baik secara individual maupun kelompok. Produktivitas dipandang sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber daya organisasi yang dinyatakan sebagai rasio antara output yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan (input). Sumber daya manusia adalah faktor produksi yang dinamis memiliki kemampuan berpikir dan motivasi kerja. Apabila pihak manajemen mampu meningkatkan motivasi mereka, maka produktivitas kerja akan meningkat.

Standar Profesional Akuntan Publik (IAI, 2001) menekankan betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Standar Umum Kedua dalam SPKN (BPK RI, 2007) menekankan pula bahwa organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa. Tujuannya adalah agar sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak mana pun. Hasil pemeriksaan auditor yang tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak mana pun merupakan salah satu indikator meningkatnya produktivitas auditor eksternal.

ejournal.unud.ac.id/.../dodik%20a%20&%20ardani%20mutia%20final.pdf

Etika dalam Akuntansi

Kecurangan laporan keuangan sering juga dikenal dengan istilah kecurangan manajemen. Hal ini disebabkan karena secara umum kecurangan ini dilakukan oleh pihak manajemen, kadang kala tanpa sepengetahuan para karyawan. Manajemen berada pada posisi yang dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa sepengetahuan para karyawan. Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) kecurangan laporan keuangan merupakan salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti sebagai berikut :

1. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

2. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.

3. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah sebagai berikut :

Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :

  1. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi berdasarkan informasi keuangan yang di distorsi atau dihapus.
  2. Menyembuyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
  3. Menghapus hutang pajak.
  4. Manipulasi harga saham.
  5. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.

Kedua, sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran tindakan kecurangan. dalam hal ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :

a. Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan.

b. Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar.

c. Menyembunyikan tindakan penyelewengan dana atau harta.

Istilah lain yang tidak kalah populernya berkenaan dengan kecurangan laporan keuangan yaitu Creative Accounting. Creative accounting bukan merupakan suatu hal baru, dan untuk melakukannya membutuhkan biaya yang relative mahal. Creative accounting ini dipicu oleh adanya tekanan bahwa badan usaha merasa harus berada dalam posisi profit untuk menarik investor dan sumber daya. Tetapi hal ini lebih mengarah pada penipuan atau kecurangan pada praktik akuntansi. “Creative accounting’ menurut Amat, Blake dan Dowd [1999] adalah sebuah proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan.

Dalam pandangan orang awam ‘creative accounting’ dianggap tidak etis, bahkan merupakan bentuk dari manipulasi informasi sehingga menyesatkan perhatiannya. Tetapi dalam pandangan teori akuntansi positif, sepanjang ‘creative accounting’ tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum, tidak ada masalah yang harus dipersoalkan. Asalkan tidak ada asimetri informasi antara pelaku ‘creative accounting’ dan pengguna informasi keuangan.

Perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) para manajer terjadi akibat adanya asimetri informasi dalam penyajian laporan keuangan tidak terlepas dari pertimbangan konsekuensi ekonomi. Perhatian kita mungkin diarahkan bagaimana mendorong keterbukaan informasi secara lebih luas sehingga inside information bukanlah sesuatu yang ‘tabu’ untuk diumumkan kepada khalayak. Karena dalam kerangka keterbukaan yang menyeluruh sebenarnya ‘creative accounting’ atau apapun namanya, tidak akan berpengaruh kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Karena semua pihak akan mempunyai informasi yang sama dan tidak ada asimetri informasi lagi. Sekali lagi, pentingnya mendorong keterbukaan dalam rangka good governance akan membawa dampak kepada ketersediaannya informasi sehingga akan mengeliminasi dan mengurangi dampak ‘creative accounting’.

http://anthoex.multiply.com/journal/item/3

ETIKA BISNIS

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik -buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.

Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.

Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.

Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, code of conduct memiliki peran yang semakin penting, sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan dan agama.

Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)(lihat Nofielman, ?), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun 'pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.

2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industry terhadap seorang individu.

3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.

4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.

5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah

1. Pengendalian diri

Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.

Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang

dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu

merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan

kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah

Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama.

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

http://www.jakartaconsulting.com/art-11-05.htm

ejournal.unud.ac.id/.../(12)%20soca-anderson-etika%20bisnis(1).pdf

erikarianto.wordpress.com/2008/01/05/etika-bisnis/

Good Corporate Governance

Corpotare Governance dapat didefinisikan sebagai suatu perangkat yang mengatur tentang hubungan pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI,2002).

Tujuan Corporate Governance menurut FCGI (2002) adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (shareholder). Selain itu,tujuan lainnya yaitu:

1. Pemenuhan tujuan strategis perusahaan berupa peningkatan niali saham dan value perusahaan.

2. Pemenuhan tangguang jawab kepada stakeholders khususnya komunitas setempat.

3. Dipatuhinya kerangka yuridis yang ada.

Good Corporate Governance merupakan system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi sesame shareholders yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC,2002)

Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip utama dari good corporate governance yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yaitu

1. Fairness (Keadilan)

Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2. Transparency (Transparansi)

Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

3. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya.Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

4. Responsibility (Responsibilitas)

Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.

5. Independency (Independen)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.

6. Disclosure ( Keterbukaan)

Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang material dan rerlevan mengenai perusahaan. Disclosure erat kaitannnya dengan transparansi yaitu perusahaan harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=19&submit.y=12&submit=prev&page=2&qual=high&submitval=prev&fname=/jiunkpe/s1/eakt/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-3240409

Minggu, 10 Oktober 2010

IKATAN AKUNTAN INDONESIA (IAI)

Sejarah IAI

Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956. Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957. Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia saja.

Alasan mereka membentuk perkumpulan ini, karena mereka berpikir tidak mungkin mereka menjadi anggota NIVA (Nederlands Institute Van Accountants) atau VAGA (Vereniging Academisch Gevormde Accountants). Mereka menyadari keindonesiaannya dan berpendapat tidak mungkin kedua lembaga itu akan memikirkan perkembangan dan pembinaan akuntan di Indonesia.

Pada hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan sepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada, maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka.

Dalam panitia itu, Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai komisaris. Surat yang dikirim oleh panitia kepada enam akuntan yang lainnya memperoleh jawaban setuju. Perkumpulan akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang berdiri pada tanggal 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30.

Konsep Anggaran Dasar IAi yang pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya diselesaikan pada 19 Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Pebruari 1959. Namun demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957.

Tujuan pendirian IAI pada waktu itu adalah :

1. Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan

2. Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan

Misi IAI adalah :

1. Memelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggungjawab dan lingkungan hidup

2. Mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-atestasi, dan akuntansi bagi masyarakat dan

3. Berpartisipasi aktif di dalam mewujudkan good governance melalui upaya organisasi yang sah dan dalam perspektif nasional dan internasional.

Visi IAI adalah menjadi organisasi profesi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktek akuntansi, manajemen bisnis dan public, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial, serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional.

Pada saat didirikannya, hanya ada 11 akuntan yang menjadi anggota IAI, yaitu para pendirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, anggota IAI terus bertambah.

Terdapat 4 kompartemen dalam badan organisasi IAI yaitu :

1. Kompartemen Akuntan Manajemen

2. Kompartemen Akuntan Publik

3. Kompartemen Akuntan Pendidik

4. Kompartemen Akuntan Sektor Publik

Kompartemen adalah merupakan bagian integral organisasi IAi yang menjadi pilar pendukung berdirinya organisasi IAI secara keseluruhan, yang mewadahi Anggota yang berspesialisasi khusus untuk meningkatkan profesionalisme dan menjalankan kegiatan profesi serta fungsi ilmiah sesuai bidang kerjanya, sebagai pengejawantahan azas dekonsentrasi organisasi IAI.

Aturan Etika Profesi Akuntansi IAI

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:

· Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

· Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.

· Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.

· Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Akuntan_Indonesia

http://devin27.wordpress.com/2010/01/04/etika-profesi-akuntansi/

STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (SPAP)

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari:

1. PernyataanStandarAuditing

2. Pernyataan Standar Atestasi

3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review

4. Pernyataan Jasa Konsultasi

5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu

Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum,Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.

Sedangkan International Standar on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standar-standar yang ada di ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing.

Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.

Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical procedure dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan tahap terakhir adalah membuat laporan audit.

Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di Indonesia. Demikian sedikit gambaran International Standar on Auditing (ISA) yang merupakan standar audit internasional dibandingkan dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan standar audit yang berlaku di Indonesia.

Standar auditing merupakan suatu panduan audit atas laporan keuangan historis. Didalamnya terdapat 10 standar yang secara rinci dalam bentuk pernyataan standar auditing (PSA). PSA ini berisi tentang ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Audit atas laporan keuangan historis merupakan jasa tradisional yang disediakan oleh profesi akuntan publik kepada masyarakat. Standar auditing terdapat 10 standar auditing yang terbagi menjadi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam melaksanaan aufit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan peride berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan infomatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam lapran auditor.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.

Sumber :

Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001/Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik : Salemba Empat , 2001.

http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Profesional_Akuntan_Publik

http://rachmatjusuf.megabyet.net/berita-131-standar-auditing-internasional-isa-vs-standar-auditing-indonesia-spap.html